Minggu, 26 Desember 2010

Rumah Jadi ’Surga’ Kreatif bagi Anak-anak

“Kami menomorduakan kebutuhan orangtua alias mom and dad, karena kami sosok dewasa yang pasti akan luwes menyikapi keadaan,” kata Nell Kalinin, pengusaha yang pernah menjadi model dan peragawati internasional. Namanya gemilang tahun 2000- 2006-an di kancah Bali Fashion Week, Singapore Fashion Week dan Kuala Lumpur Fashion Week. Pernikahannya dengan Lloyd Edgar Kalinin asal Australia, membuahkan tiga anak: Claudia Blossom (13), Jack Ted (12), Kenneth Harold (7). Sejak tahun 1997, keluarga itu menempati rumah seluas 3.000-an meter persegi di jalan Wora wari di kawasan Deresan, Gejayan, Yogyakarta. Konsep rumah yang memiliki 8 kamar tidur itu, benar-benar ‘diperuntukkan’ bagi tiga buah hatinya. Menurut Nell, anak-anak jauh lebih membutuhkan rumah daripada ayah-ibunya. Sang ayah, Lloyd Edgar, sebagai pengusaha furniture lebih banyak beraktivitas di luar rumah. Baik di kantor maupun perjalanan ke luar kota atau luar negeri. Sedang mom Nell, yang juga bekerja dan aktivitas, memiliki konsep sama terhadap rumah. “Rumah harus ibarat sarang bagi burung yang lelah terbang,” katanya. Nell dan Lloyd sepakat untuk tidak membawa pekerjaan atau persoalan lain pulang. Rumah adalah tempat mereka privacy beraktivitas, terutama bagi anak-anak. Apalagi dalam keseharian mereka sekolah di sekolah internasional di Solo. Ini memerlukan energi untuk mobilitas. Sehingga sangat dibutuhkan semacam oase untuk kembali memulihkan energi dan semangat. Hobi berenang keluarga, menjadi inspirasi membuat kolam renang knock down. Agar anak-anak bisa berenang setiap saat. Kalau Nell membuat kolam renang di halaman depan, pas teras entry point ke ruang tamu — pada awalnya karena masalah teknis. “Di halaman depan, tanah masih lapang. Tak perlu bongkar bangunan,” katanya. Namun ternyata, kolam renang itu memiliki aspek rekreatif maksimal sebagai tempat santai yang sejuk. “Duduk di teras rumah, jadi serasa sedang di resor,” katanya sambil tertawa. Apalagi kalau malam, kala sinar matahari telah diganti lampu taman. Kadang suasana makin hingar, berkat musik dari kafe anak muda tetangga depan rumah. “Bisa ikutan dengar musik gratis, minum bikin sendiri atau stok di kulkas,” tambahnya. Kolam renang ukuran family itu sempat membuat Nell ribet saat diguyur hujan abu vulkanik Gunung Merapi lalu. Dia harus telaten setiap hari membersihkan dengan formulasi kimia khusus. Setelah dua pekan, baru bisa digunakan lagi. Satu lagi ide yang sangat disukai anak-anak, yakni rumah pohon. Ide ini muncul berkat pohon mangga di halaman belakang. Kebetulan, Nell pas punya bongkaran rumah ukir Jepara. Jadilah rumah pohon yang sejuk. Biasa untuk membaca atau santai. “Ideal juga buat meditasi lho,” ujar Nell serius. Kamar anak disesuaikan dengan hobi dan interest mereka. Kamar si bungsu Kenneth misalnya, penyuka mobil-mobilan itu dipenuhi mainan dan pernak-pernik sesuai hobi. Cat tembok biru marine. Selain meja belajar dan komputer, almari pajang mainan. Kenneth, kata Nell, sangat hafal apa koleksi dan berapa jumlahnya. Untuk ruang-ruang di dalam rumah, semua ditata apik dan lapang. Ruang makan dengan meja makan besar. Bagi keluarga Nell, ruang makan adalah tempat komunikasi dan sharing. Anak-anak dapat saling mengemukakan pendapat dan berbagi pengalaman. Perabot dalam rumah, didominasi furniture antik. Kemudian dipadan batik. Menjadi rumah terkesan etnik, meski dihuni oleh keluarga pernikahan campur Indonesia-Australia. Satu tempat favorit Nell, adalah duduk di kursi di bawah lukisan kunci di ruang keluarga. Dia membeli lukisan kunci dari Ubud. “Saya tergetar melihat lukisan itu. Sungguh amat dalam maknanya,” katanya. Kunci bisa berarti ‘kata kunci’. Dapat pula kunci kehidupan. Sambil duduk di bawah lukisan kunci itulah, Nell acap merenung dan kontemplasi mencari kunci jawaban atas semua problem kehidupan. (Ela/Asp)-o